SNI 7993:2014 Tepung Bulu Unggas (Poultry Feather Meal) – Bahan Pakan Ternak
Meningkatnya populasi ternak umumnya harus di imbangi dengan penyediaan dan pemberian pakan yang memadai baik secara kuantitas dan kualitas. Maka dari itu, peternak harus melakukan inovasi dalam pemberian pakan. Industri perunggasan di indonesia berkembang dengan pesat, sehingga menghasilkan limbah yang banyak, salah satunya yaitu bulu ayam. Kandungan protein yang tinggi pada bulu ayam, dapat di jadikan sebagai pakan. Tentunya bulu ayam limbah hasil RPA (Rumah Pemotongan Ayam) diolah menjadi tepung agar mudah dikonsumsi oleh ternak. Tepung Bulu Unggas merupakan hasil olahan bulu unggas yang sehat dan bersih yang diperoleh dari rumah potong unggas, dimasak dengan tekanan, tanpa atau dengan proses hidrolisis (BSN, 2014).
Keunggulan penggunaan tepung bulu ayam untuk ternak ruminansia adalah adanya sejumlah protein yang tahan terhadap tahan terhadap perombakan oleh mikroorganisme rumen (rumen undegradable protein/RPU) namun mampu diurai secara enzimatis pada saluran pencernaan pada saluran pencernaan pascarumenNilai RUP tersebut berkisar antara 53 – 88 %, sementara nilai kecernaan dalam rumen berkisar 12 – 46 %. Namun sebaliknya tepung bulu apabila diberikan kepada ternak unggas akan menekan prestasinya, produksi telur berkurang dan pertambahan badan merosot. Tepung bulu kurang disukasi oleh ternak, sehingga penggunaanya dalam ransum harus dibatasi. Pemakaian dalam ransum ayam broiler disarankan kurang dari 5% dan untuk ayam petelur sebesar 7%. Namun umumnya dalam kegiatan bisnis budidaya ayam hanya menggunakan tepung bulu sekitar 1 – 2 % dalam ransum pakan komplit.
Kendala utama penggunaan tepung bulu ayam dalam ransum untuk ternak adalah rendahnya daya cerna protein bulu karena sebagian besar kandungan protein kasar berbentuk keratin (Sri Indah,1993). Dalam saluran pencernaan, keratin tidak dapat dirombak menjadi protein tercerna sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh ternak. Maka dari itu diperlukan perlakukan dengan memecah ikatan sulfur dari sistin dalam bulu ayam tersebut. Terdapat beberapa teknik pengolahan tepung bulu agar selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak sebagai berikut:
• Pengolahan secara fisik
Limbah bulu ayam yang diproses menggunakan teknik fisik dapat dilakukan dengan tekanan dan suhu tinggi, yaitu pada suhu 105oC dengan tekanan 3 atm dan kadar air 40% selama 8 jam. Sampel yang sudah bersih akan di autoklaf, kemudian dikeringkan dan siap untuk digiling (Adiati et.al., 2004).
• Pengolahan secara kimiawi
Proses kimiawi dilakukan dengan penambahan HCL 12% dengan ratio 2:1 pada bulu ayam yang sudah bersih, lalu disimpan dalam wadah tertutup selama empat hari. Sampel yang telah direndam oleh HCL 12% kemudian dikeringkan dan siap untuk digiling menjadi tepung.
• Pengolahan secara enzimatis
Bulu ayam yang diproses dengan teknik enzimatis dilakukan dengan menambahkan enzim proteolitik 0,4% dan disimpan selama dua jam pada suhu 52oC. Bulu ayam kemudian dipanaskan pada suhu 87oC hingga kering dan digiling hingga menjadi tepung.
• Pengolahan secara kimia dengan basa
Pengolahan secara kimia menggunakan basa, dapat dilakukan dengan menambahkan NaOH 6% disertai pemanasan dan tekanan menggunakan autoklaf. Bulu ayam yang sudah siap kemudian dikeringkan dan digiling (Puastuti, 2007)
Persyaratan mutu tepung bulu unggas telah diatur dalam SNI 7993:2014 Tepung bulu unggas (poultry feather meal) – Bahan pakan ternak. Syarat mutu tepung bulu unggas ditentukan berdasarkan proses yang dilakukan, kandungan nutrien dan tidak mengandungzat atau benda asing. Tepung bulu unggas digolongkan dalam dua kategori yaitu tepung bulu unggas dengan hidrolisis dan tanpa hidrolisis. Tepung bulu unggas tanpa hidrolisis digolongkan ke dlaam dua tingkatan mutu yaitu Mutu I dan Mutu II. Tepung bulu unggas harus menjamin kesehatan dan ketentraman masyarakat. Berikut tabel persyaratan mutu tepung bulu unggas (BSN, 2014)
Tepung bulu unggas sebagai bahan pakan ternak ruminansia sebagai sumber protein ransum maksimal 40% dan pemanfaatannya sebaiknya diperuntukkan bagi ternak yang sedang tumbuh (kurang lebih 10% protein dalam ransum (Adiati et.al., 2004).
Tabel 1. Persyaratan Mutu
No | Parameter | Satuan | Tepung bulu unggas tanpa hidrolisis | Tepung bulu unggas hidrolisis | |
Mutu I | Mutu II | ||||
1 | Kadar air (maks) | % | 10,0 | 10,0 | 10,0 |
2 | Abu (maks) | % | 4,0 | 6,0 | 4,0 |
3 | Protein kasar (maks) | % | 80,0 | 75,0 | 80,0 |
4 | Serat kasar (maks) | % | 2,0 | 3,0 | 2,0 |
5 |
Bakteri patogen
|
cfu/g | 2,0 | 3,0 | 2,0 |
6 | Kecernaan pepsin (min) | % | 70,0 | 70,0 | 75,0 |
Sumber Pustaka
Adiati, U., W. Puastuti dan I-W, Mathius. 2004. Peluang pemanfaatan tepung bulu ayam sebagai bahan pakan ternak ruminansia. Wartazoa. 14(1): 39 – 44.
Badan Standardisasi Nasional. 2014. SNI 7993:2014 Tepung Bulu Unggas (Poultry Feather Meal) – Bahan Pakan Ternak. Jakarta:BSN
Puastuti, W. 2007. Teknologi pemrosesan bulu ayam dan pemanfaatannya sebagai sumber protein pakan ruminansia. Wartazoa. 17 (2):53 – 60.
Sri Indah Z. 1993. Pengaruh lama pengolahan dan tingkat pemberian tepung bulu terhadap performans ayam jantan broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan IPB. Bogor